Selasa, 28 September 2010

Sepotong Daging Ayam di Kotak Makanku

Salah satu kebiasaan di kantorku adalah ruangan diredupkan saat makan siang. hanya beberapa lampu saja yang menyala. aku tidak tau alasan pastinya. apakah alasan Go Green yang belakangan banyak dibicarakan, ataukah alasan penghematan biaya listrik semata. Apapun itu, aku tidak terlalu peduli. Yang aku peduli, aku biasanya sudah lapar saat ruangan diredupkan.
Siang ini,akhirnya ruangan ini mulai diredupkan. ahhh.....akhirnya. waktu makan siang tiba. perutku sudah ribut sejak tadi. maklum, aku baru menghabiskan satu mangkok bubur kacang hijau, satu gelas teh panas, satu potong risoles, serta beberapa keping biskuit, beberapa gelas air putih. berusaha menggemukan badan. tapi tetap saja ceking. padahal sudah kuhabiskan banyak obat pembasmi cacing karena satu-satunya tersangka dalam kasusku ini adalah cacing. bulan demi bulan setelah obat itu kukunyah, tetap saja aku ceking. jadi kurasa ini bukan perkara cacing.
kuambil kotak jatah makan siangku yang sudah disiapkan sejak tadi.
ada sayur sop, daging ayam goreng ungkep, telur merah, tidak ketinggalan sambal. oh, aromanya begitu harum.
aku mulai makan. satu suap, dua suap, satu sendok, dua sendok....nyam nyam...
sekarang giliran si daging ayam. bumbunya menggoda. tapi aku agak kesulitan saat mencoba mencabiknya dengan sendok. hmm..ayam, sudah mati masih saja menyusahkan. ayolah, jangan mengajakku perang di saat seperti ini kataku dalam hati. tapi masih juga daging ayam itu keras kepala. akhirnya, kudapat secabik besar. kukunyah. ah....dagingnya liat. tapi masih kucoba. pamali membuang makanan kata nenekku. dan aku masih menurut sejauh ini.
kukunyah lagi, kukunyah lagi, dan coba kutelan.
oo...aku panik mencari gelas minumku. daging ayam itu tidak bisa (atau dia tidak mau?) melewati kerongkonganku dan nyaris membunuhku kalau saja tidak cepat kuminum air untuk mendorongnya masuk. akhirnya, aku singkirkan saja. dan melanjutkan menghabiskan yang lain. nenek tidak akan marah, pikirku. kalau marah, akan kuminta nenek saja yang mencoba menghabiskannya. aku jadi ingin melihat reaksinya melawan daging ayam itu...
selesai makan, aku berpikir tentang daging ayam tadi. aku adalah orang yang percaya reinkarnasi. dan aku menebak jangan jangan ayam yang aku coba makan dagingnya tadi, adalah reinkarnasi dari nenek tua peot yang keras kepala. keras kepalanya sudah mendarah daging di arwahnya. sampai sampai tetap terbawa sampai saatnya dia harus terlahir kembali ke dunia sebagai ayam untuk menebus dosanya...atau apakah tukang masak yang memasak daging ayam itu adalah reinkarnasi dari ayam? sehingga dia selalu memilih untuk memasak daging ayam yang sudah tua dan berdaging liat supaya orang orang sepertiku kapok makan ayam? entahlah....
pikiranku melantur kemana mana lagi. aku mengembalikan kotak makanku ke tempatnya. tidak lupa meminta maaf pada si ayam karena setelah bersedia dikorbankan, dagingnya malah berakhir di kotak makanku, dengan sedikit cabikan yang membuatnya terlihat cacat. dan sekalipun semua juga tau mengapa ia masih ada disitu, dan meskipun bukan salahku tidak mampu menelannya, aku tetap mengenangnya dengan miris. bagaimana aku tidak miris? harusnya ini menjadi kebahagiaan bagi kami berdua. aku dan ayam itu. aku bahagia karena bisa makan daging ayam siang ini yang berarti menghargai pengorbanannya, dan dia juga bahagia karena pengorbanannya tidak sia sia....tapi apa boleh buat. maafkan aku.....

2 komentar:

  1. aku baru tau..kalo Bag V jam makan siang lampu diredupkan (atau malah dimatikan??) kenapa? supaya ga kelihatan mana yg makannya rakus ya?? wkwkwk...

    BalasHapus
  2. sorry..kirain ini cerita rekan saya di Bagian V...btw nice to know u..

    BalasHapus