Rabu, 06 Oktober 2010

PENSIL


Ketika aku menulis di bawah lampu kamar yang kubiarkan temaram, kudengar gesekan antara pensil dengan kertas yang kugunakan, aku tiba-tiba ingat betapa senangnya aku menulis dengan pensil, tanpa kutau pasti sebabnya. aku lebih suka pensil daripada pena. entahlah. mungkin karena warnanya abu abu? atau gampang dihapus? Atau suara gesekannya yang selalu saja terdengar membentuk irama sendiri?

Mungkin iya, mungkin juga tidak.
Baiklah, aku akan mencoret bagian yang mengatakan gampang dihapus. karena selama ini aku lebih suka mencoret tulisan yang tidak membuatku jatuh hati, ketimbang menghapusnya dengan penghapus. kalau dihapus, jejaknya hilang dan tidak akan ada bekasku disana.  kecuali kalau ada orang2 tertentu dengan keahlian tertentu, alat tertentu, dan keisengan tertentu mencari bekas jejak pensilku, aku rasa jejakku akan terbaca. aku tidak mau begitu. aku mau ada bekasnya. Untuk aku baca. yah, paling tidak, aku masih bisa mendapatkan kembali sesuatu yang sebelumnya kuanggap kesalahan, atau jelek, atau sebagainya, untuk kuperbaiki, kujadikan sebagai sebuah kebenaran. Atau setidaknya aku masih bisa membaca kata yang ada di bawah coretanku yang biasanya hanya terdiri dari satu garis.  Setidaknya aku bisa berpikir ulang tentang sesuatu itu. Setidaknya, aku bisa untuk itu. Dan ketika hal yang sama tak bisa kulakukan terhadap hidup yang berlari, pergi, tidak terganti, dan tidak berputar kembali, paling tidak bisa kulakukan di duniaku yang lain. Dunia pensil dan kertasku.

Abu abu....? Hmm...iya, abu abu. Sepertinya itu jawabanku. mungkin ada yang akan bilang, warna pensil adalah hitam. tapi aku lebih suka menyebutnya abu abu. aku suka warna itu.  dalam roda warna, abu abu itu kabarnya terjadi dari pertemuan warna hitam dan putih. seberapa abu abu yang kamu mau? tinggal kamu pilih. putih lebih banyak, atau hitam yang akan meraja. tergantung padamu. warna banci kata beberapa orang. karena ada di antara hitam dan putih. tidak punya pendirian, imbuh mereka. ah, siapa peduli terhadap pendapat mereka? lagipula, bagaimana dengan merah muda, hijau muda, kuning muda, dan yang serba muda? bukankah mereka semua terbuat dari campuran putih dengan warna apapun yang ingin diimbuhkan kata muda? bukankah warna banci juga pada akhirnya? Dan paling tidak, abu abu itu punya nama. Dan namanya bukan hitam muda atau putih muda seperti warna lain yang dicampur putih, yang namanya benar2 masih merupakan gabungan. haha....aku tertawa sendiri. Andai saja hidup segampang mencampur warna. Akan kubuat warna perasaanku abu-abu. Agar tak gampang kamu terjemahkan…

Aku juga suka alasan suara yang tercipta dari gesekan antara kertas dengan pensil. Agak serak dan merdu di telingaku. entahlah. seperti berusaha menyatakan keberadaan mereka. bahwa mereka tengah bekerja bersama. Menghidupkan irama, untuk hatiku, juga sadarku.

Oya, sekedar untuk kau tau, dari sekian banyak pensil yang aku punya, aku paling suka pensil berbalut kayu berwarna cokelat dengan tulisan nama hotel berinisial "IA" di tengah-tengah. Kucuri dari kotak pensilmu waktu itu. ^_^
Jarang kugunakan.
Karena aku tidak mau dia habis sedikit demi sedikit hingga tak lagi bisa kuputar-putar diantara jariku.
Karena bagaimanapun abu-abunya hatiku, aku ingin kamu tau, tulisan ini kubuat karena kudengar merdunya gesekan pensilmu di atas kertasku.


Untukmu, yang merelakan pensil bertuliskan “Hotel IA Makassar”, untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar