Rabu, 06 Oktober 2010

...saat Cinta jadi neraca

entah ini tulisan yang ke berapa tentang tokoh yang sama. ternyata masih ada luka padanya. membaca sekian cerita yang tercipta, aku jadi bertanya, adilkah ketika luka cinta dijadikan neraca? neraca untuk seberapa ceria cinta membunga, seberapa luas sayang membentang, seberapa jauh rindu memburu, dan seberapa dalam duka membenam? apakah harus bertanya adil tidak adil? ataukah tak perlu bertanya apa-apa, seperti ceritaku tentang perempuan ini?


sampai sekarang perempuan itu masih tidak mengerti satu hal..
dengan semua perasaan "ditinggalkan" yang masih kuat, dengan semua marah yang masih berdiam, dengan pedih yang memenuhi tiap sudut dan ruang, masih saja dia ingin laki-laki itu melihat hatinya, membaca lukanya, menerjemahkan perasaannya...tapi lagi-lagi dia berpikir, apakah semua hal harus dimengerti? tidak cukupkah hidup dengan apa yang ada tanpa harus mengerti mengapa ada?

selain itu, mungkin laki-laki itu juga tidak akan berusaha untuk melihat hatinya. mungkin laki-laki itu, seperti biasa, akan selalu melihat dari sisi keberadaannya sendiri. melihat bahwa dialah yang paling tersakiti dengan semua yg terjadi, tanpa merasa bahwa dia juga harusnya mengerti mengapa perempuan itu merasa ditinggalkan, sangat marah, ataupun merasakan pedih. tidak akan bertanya mengapa selalu ada bayangan merah perlambang duka di kedua mata perempuannya? mata yang sebelumnya selalu bernyanyi saat bicara? tidak akan melihat bahwa semua janji dan sikapnya yang selalu datang dan pergi sesuka hati, menebar sejumput garam untuk tiap sayatan di hati perempuan itu. sayatan dari luka yang berulang kali berusaha ditutupi dengan kesediaan perempuan itu memeluknya tiap kali ia datang dengan segenap luka dan gembira. juga kepasrahan perempuan itu merengkuh lara tiap ia pergi tanpa basa basi. sayatan dari luka yang tidak pernah dipertanyakan asal usulnya....

kalau laki laki itu saja tidak berusaha bertanya, mengapa juga ia harus mengerti? kalau laki laki itu menebar garam, apakah harus ikut-ikutan menuangkan cuka?

demi semua perasaan pedih yang pernah dan masih ada, perempuan itu tetap ada ketika laki laki itu datang, bicara, seperti tak pernah terjadi apa2. seakan laki laki itu tak pernah mengatakan apapun yang membuatnya runtuh, menyatu dengan tanah basah. seakan laki laki itu satu satunya yang layak ditunggu di bumi sepinya.

demi segala hal yang tidak ia mengerti, perempuan itu memilih untuk membiarkan semuanya ada di sana. tanpa bertanya mengapa ada. karena seperti itulah cinta itu ada. begitu saja, dan tidak layak dipertanyakan.
seperti itu juga luka itu tercipta. perlahan dan tidak terbayangkan dalamnya.
seperti itu juga ia muncul di kehidupan laki laki itu. ada, tapi tidak patut diangkat ke permukaan.

lagipula, tak pernah cukup kekuatannya untuk tidak lagi menjadi perempuan kedua dan tak pernah pula ia ingin jadi perempuan pertama. jadi, mengapa harus bertanya mengapa ada kalau cinta akan tetap jadi miliknya dan luka akan tetap jadi neracanya...?


buat temen gw,  perempuan muda yang menjadi perempuan kedua….

2 komentar: